PEMBAHASAN
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk menetapkan kadar protein dengan metode lowry.
Protein merupakan senyawa organic kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama
lain dengan ikatan peptide. Molekul protein mengandung karbon, hydrogen,
oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta forfor. Protein berperan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Analisis protein dapat dilakukan
dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis
protein secara kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi
Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
Sementara itu, analisis protein secara kuantitatif terdiri dari metode
Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible
(Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Apriyantono dkk 1989).
Metode titrasi formol merupakan suatu metode yang digunakan
untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan. Titrasi formol hanya tepat
digunakan untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang
tepat untuk penentuan jenis protein. Metode titrasi formol ini secara ekonomis
murah, cepat dan tidak memerlukan keahlian khusus, walaupun metode ini termasuk
dalam metode yang konvesional.
Penentuan kadar protein secara biuret didasarkan pada
pengukuran serapan cahaya berwarna ungu dari protein yang bereaksi dengan
pereaksi biuret dimana yang membentuk kompleks adalah protein dengan ion Cu2+
yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam suasana basa. Semakin tinggi
intensitas cahaya yang diserap oleh spektrofotometer maka semakin tinggi pula
kandungan protein yang terdapat dalam zat tersebut. Keuntungan dari metode
biuret ini adalah bahan yang digunakan relative murah akan tetapi kelemahan
dari metode ini adalah sensitivitas terhadap bahan yang diidentifikasi rendah
sehingga diperlukan bahan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Metode Lowry merupakan
pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya,
kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam
suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen
Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik
(rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif
yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama
bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode
Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga
memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada
konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat
kesensitifannya (Lowry dkk 1951).
Dalam
praktikum ini penetapan kadar protein dilakukan dengan metode lowry. Protein
standar yang digunakan adalah BSA (Bovine Serum Albumin) atau albumin serum
sapi. Albumin merupakan salah satu jenis
protein globuler yang larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas (Winarno,
1989). BSA dalam praktikum ini berfungsi untuk membuat kurva standar. BSA
digunakan karena stabilitas
untuk meningkatkan sinyal dalam tes, kurangnya efek dalam reaksi biokimia, dan
biaya rendah, karena jumlah besar maka dapat segera dimurnikan dari darah sapi,
produk sampingan dari industri ternak.
Reagen
yang digunakan dalam uji lowry salah satunya adalah reagen Folin Ciocalteu. Folin-Ciocalteu merupakan pereaksi kompleks yang
berisi fosfomolibdat dan fosfotungstat. Fungsi dari reagen ini adalah membentuk
kompleks warna biru yang disebabkan dari reaksi antara tirosin yang ada dalam
protein dengan fosfomolibdat dan fosfotungstat.
Hal pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
pembuatan kurva baku dengan seri kadar 100mcg/ml – 600mcg/ml. Fungsi dari
pembuatan kurva baku ini adalah untuk membuat persamaan kurva baku y = Bx + A.
Setelah itu sample x, y dan z yang sudah disediakan dipipet sebanyak 0,6 ml
kemudian ditambahkan dengan 3 ml reagen C dan didiamkan selama 15 menit pada
suhu kamar, tujuannya adalah agar protein dan reagen dapat tercampur sempurna. Selanjutnya
ditambahkan 0,3ml reagen E untuk membentuk kompleks warna biru, vortex agar
campuran homogen kemudian diinkubasi kembali pada suhu kamar selama 15 menit.
Inkubasi yang kedua merupakan waktu dimana campuran protein dengan reagen akan
memberikan absorbansi yang maksimum. Kurva baku diperlakukan sama seperti
sample. Untuk blanko digunakan aquadest 1,0ml yang selanjutnya diperlakukan
sama seperti sample. Fungsi blanko sendiri adalah untuk meng 0 kan
spektrofotometer. Larutan blanko merupakan larutan tidak berisi analit yang
beperan sebagai larutan pembanding dalam analisa fotometri. Selanjutnya
campuran dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500nm dengan menggunakan
spektrofotometer visible.
Panjang gelombang 500nm merupakan panjang gelombang maksimal
dimana serapan optimal sehingga absorbansi dapat dibaca pada spektrofotometer
visible. Dalam praktikum ini digunakan spektrofotometer visible karena larutan
yang akan dibaca absorbansinya berwarna.
Prinsip kerja spektrofotometer visible ini adalah cahaya
wolfram jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar akan bdipantulkan,
sebagian lagi akan diserap dalam medium tersebut dan sisanya diteruskan. Nilai
yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena
memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel.
Setelah dihitung kadar sampel x adalah -89,57, kadar sampel y
adalah 81,04 dan kadar sampel z adalah 325,63. Kadar sampel x yang negative
dapat disebabkan karena kesalahan dalam memipet dan dalam pencampuran.
Artikel yang bagus...
ReplyDeleteKunjungi balik yah... :)
http://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-dengan-metode-lowry/
Artikel yang bagus...
ReplyDeleteKunjungi balik yah... :)
http://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-dengan-metode-lowry/