a.burastabs, a.burastabs:link, a.burastabs:visited {display:block; width:102px; height:30px; background:#444444; border:1px solid #ebebeb; margin-top:2px; text-align:center; text-decoration:none; font-family:arial, sans-serif; font-size:12px; font-weight:bold;color:#FFFFFF; line-height:25px; overflow:hidden; float:left;} a.burastabs:hover {color:#FFFFFF; background:#666666;} #burasbar {width:auto; margin:0 auto;}
CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Tuesday, June 25, 2013

PEMBAHASAN PRAKTIKUM PENENTUAN GOLONGAN DARAH

PEMBAHASAN

          Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan golongan darah seseorang. Golongan darah adalah pengklasifikasian darah dari suatu individu berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai
          Darah terdiri dari dua komponen yaitu padat dan cair, komponen cair dalam darah disebut plasma darah sedangkan komponen padat dalam darah disebut sel darah. Sel darah sendiri mengandung eritrosit, leukosit dan trombosit. Dalam plasma darah dijumpai senyawa kimia yang disebut dengan agglutinin. Aglutinin disebut juga antibodi yaitu senyawa kimia yang berperan dalam menjalankan fungsi sistem kekebalan tubuh. Aglutinin berupa sekumpulan senyawa yang terbentuk di dalam darah akibat infeksi bakteri yang dapat menyebabkan penggumpalan bersama bakteri itu. Sedangkan dalam sel darah merah terdapat senyawa yang disebut aglutinogen. Aglutinogen disebut juga antigen. Antigen sendiri diartikan sebagai senyawa kimia yang dapat merangsang aktifnya sistem kekebalan tubuh. Dalam kehidupan kita antigen bisa diartikan sebagai senyawa kimia yang dapat menyebabkan penyakit. Antigen ada 2 macam yaitu antigen A dan antigen B.
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibody yang terkandung dalam darahnya.
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.
Pada darah setiap manusia tidak akan dijumpai Aglutinogen/antigen dan zat antinya (zat yang dapat menggumpalkan antigen). Jadi, jika seseorang memiliki aglutinin A maka dalam darahnya tidak akan dijumpai aglutinin a yang dapat menggumpalkannya. Sama halnya dengan orang yang memiliki antigen B, maka di dalam darahnya tidak akan dijumpai zat penggumpalnya. Demikian juga dengan orang yang memiliki aglutinin A dan B, maka di dalam darahnya tidak akan ada aglutinin sama sekali. berbeda dengan orang yang tidak memiliki aglutinogen, di dalam darahnya akan dijumpai 2 macam aglutinin yaitu aglutinin a dan aglutinin b.
Dalam praktikum ini penentuan golongan darah dilakukan dengan menggunakan tes aglutinasi. Aglutinasi terjadi akibat adanya reaksi antara antigen dengan antibody sejenis. Pada praktikum ini digunakan larutan antisera yang mengandung aneka aglutinin pada kaca slide dan dilihat apakah terjadi aglutinasi atau tidak. Larutan antisera A mengandung antibody a yang diperoleh dari plasma golongan darah B. Larutan antisera B mengandung antibody B yang diperoleh dari plasma golongan darah A.
Pada praktikum ini mula-mula gelas objek dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian A, B dan C. Kemudian pada masing-masing bagian diberi setetes darah probandus, setelah itu pada bagian A diberi setetes antisera A, pada bagian B diberi setetes antisera B dan pada bagian C diberi setetes antisera AB. Aduk campuran dengan menggunakan lidi pengaduk yang masih bersih, setelah itu diamati apakah terbentuk aglutinasi atau tidak.
Setelah diamati, ternyata dari hasil percobaan terbentuk aglutinasi pada bagian A dan C. Hal ini berarti probandus memiliki golongan darah A. Aglutinasi yang terbentuk pada bagian A terjadi karena adanya reaksi antara antigen A yang terdapat dalam membran eritrosit probandus dengan antibody a yang terdapat dalam antiserum A. Sedangkan Aglutinasi pada daerah C terjadi karena reaksi antara antigen A yang terdapat pada membrane eritrosit probandus dengan antibody a-B yang terdapat dalam antiserum AB.

Setiap orang wajib untuk mengetahui golongan darahnya, hal ini bertujuan agar ketika seseorang tersebut melakukan tranfusi darah tidak terjadi inkompatibilitas ABO yang dapat menyebabkan darah menjadi lisis (menggumpal dan memisah menjadi cairan) dan berujung pada kematian.

KOMIK GOLONGAN DARAH INTRO

Add caption







Friday, June 21, 2013

PEMBAHASAN PRAKTIKUM PENETAPAN KADAR ASAM AMINO DENGAN METODE LOWRY

PEMBAHASAN

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menetapkan kadar protein dengan metode lowry. Protein merupakan senyawa organic kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptide. Molekul protein mengandung karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta forfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sementara itu, analisis protein secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Apriyantono dkk 1989).
Metode titrasi formol merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan. Titrasi formol hanya tepat digunakan untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan jenis protein. Metode titrasi formol ini secara ekonomis murah, cepat dan tidak memerlukan keahlian khusus, walaupun metode ini termasuk dalam metode yang konvesional.
Penentuan kadar protein secara biuret didasarkan pada pengukuran serapan cahaya berwarna ungu dari protein yang bereaksi dengan pereaksi biuret dimana yang membentuk kompleks adalah protein dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam suasana basa. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh spektrofotometer maka semakin tinggi pula kandungan protein yang terdapat dalam zat tersebut. Keuntungan dari metode biuret ini adalah bahan yang digunakan relative murah akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah sensitivitas terhadap bahan yang diidentifikasi rendah sehingga diperlukan bahan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya (Lowry dkk 1951).
Dalam praktikum ini penetapan kadar protein dilakukan dengan metode lowry. Protein standar yang digunakan adalah BSA (Bovine Serum Albumin) atau albumin serum sapi. Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas (Winarno, 1989). BSA dalam praktikum ini berfungsi untuk membuat kurva standar. BSA digunakan karena stabilitas untuk meningkatkan sinyal dalam tes, kurangnya efek dalam reaksi biokimia, dan biaya rendah, karena jumlah besar maka dapat segera dimurnikan dari darah sapi, produk sampingan dari industri ternak.
Reagen yang digunakan dalam uji lowry salah satunya adalah reagen Folin Ciocalteu. Folin-Ciocalteu merupakan pereaksi kompleks yang berisi fosfomolibdat dan fosfotungstat. Fungsi dari reagen ini adalah membentuk kompleks warna biru yang disebabkan dari reaksi antara tirosin yang ada dalam protein dengan fosfomolibdat dan fosfotungstat.
Hal pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah pembuatan kurva baku dengan seri kadar 100mcg/ml – 600mcg/ml. Fungsi dari pembuatan kurva baku ini adalah untuk membuat persamaan kurva baku y = Bx + A. Setelah itu sample x, y dan z yang sudah disediakan dipipet sebanyak 0,6 ml kemudian ditambahkan dengan 3 ml reagen C dan didiamkan selama 15 menit pada suhu kamar, tujuannya adalah agar protein dan reagen dapat tercampur sempurna. Selanjutnya ditambahkan 0,3ml reagen E untuk membentuk kompleks warna biru, vortex agar campuran homogen kemudian diinkubasi kembali pada suhu kamar selama 15 menit. Inkubasi yang kedua merupakan waktu dimana campuran protein dengan reagen akan memberikan absorbansi yang maksimum. Kurva baku diperlakukan sama seperti sample. Untuk blanko digunakan aquadest 1,0ml yang selanjutnya diperlakukan sama seperti sample. Fungsi blanko sendiri adalah untuk meng 0 kan spektrofotometer. Larutan blanko merupakan larutan tidak berisi analit yang beperan sebagai larutan pembanding dalam analisa fotometri. Selanjutnya campuran dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 500nm dengan menggunakan spektrofotometer visible.
Panjang gelombang 500nm merupakan panjang gelombang maksimal dimana serapan optimal sehingga absorbansi dapat dibaca pada spektrofotometer visible. Dalam praktikum ini digunakan spektrofotometer visible karena larutan yang akan dibaca absorbansinya berwarna.
Prinsip kerja spektrofotometer visible ini adalah cahaya wolfram jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar akan bdipantulkan, sebagian lagi akan diserap dalam medium tersebut dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel.

Setelah dihitung kadar sampel x adalah -89,57, kadar sampel y adalah 81,04 dan kadar sampel z adalah 325,63. Kadar sampel x yang negative dapat disebabkan karena kesalahan dalam memipet dan dalam pencampuran.

Thursday, June 20, 2013

PEMBAHASAN PRAKTIKUM TES HCG

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan adanya hormone HCG di dalam urin untuk tes kehamilan dengan teknik imunologik. Hormone HCG atau human chorionic gonadotropine merupakan  hormon glikoprotein dari keluarga gonadotropin yang awalnya disintesis oleh embrio manusia, dan kemudian dilanjutkan oleh syncytiotrophoblast, bagian dari plasenta, selama masa kehamilan. Hcg berfungsi untuk memicu sel-sel interstisial ovarium, memicu terjadinya ovulasi, memicu luteinisasi pada sel-sel granulase, mempertahankan fungsi dan umur korpus luteum serta menaikkan sekresi progesterone oleh sel-sel korpus luteum.
Pada praktikum ini pengujian kehamilan dilakukan dengan dua cara. Yang pertama dengan menggunakan reagen beta gravindex dan yang kedua dengan menggunakan alat uji kehamilan test pack.
Uji kehamilan dengan test gravindex didasarkan pada aglutinasi penghambatan lateks. Adanya aglutinasi menunjukkan indikasi kehamilan. Tes menggunakn reagen beta gravindex sangat sederhana, tidak mahal dan hanya membutuhkan waktu dua menit untuk melakukannya. Tes menggunakan beta gravindex akan menunjukkan hasil positif 2 hari setelah terlambat menstruasi. Wanita yang akan melakukan tes kehamilan dengan menggunakan reagen beta gravindex disarankan  untuk membatasi asupan cairan pada malam hari. Sampel urin yang baik digunakan untuk test uji kehamilan adalah urin segar yaitu urin yang pertama keluar pada pagi hari, dikarenakan urin pada saat itu adalah urin dengan konsentrasi hcg paling banyak.
Pengujian kehamilan dengan menggunakan reagen beta gravindex dilakukan dengan cara menempatkan urin 1 sampai 3 tetes pada lempeng objek kemudian ditambahkan dengan reagen beta gravindex, aduk dan tunggu selama 2 menit. Jika pada campuran urin dengan reagen beta gravindex terbentuk agutinasi (butiran-butiran kecil berwarna putih) maka urin tersebut positif dan jika tidak terbentuk aglutinasi maka urin tersebut negative.
Reagen beta gravindex merupakan suatu reagen berisi serum hcg (latex), dasar dari tes kehamilan dengan menggunakan reagen beta gravindex adalah reaksi antigen-antibodi dengan hcg sebagai antigen. Pada suatu urin dengan tingkat hcg tinggi maka zat antibody akan menggumpalkan partikel lateks HCG berlapis dan menyebabkan terbentuknya aglutinasi sedangkan pada urin dengan tingkat hcg rendah, maka hcg akan berikatan dengan antibody dan antibody yang tidak akan menggumpalkan partikel lateks hcg berlapis sehingga aglutinasi tidak terbentuk.
Jika tidak yakin dengan suatu kehamilan maka dapat dilakukan tes dengan cara meneteskan urin sebanyak 1- 2 tetes pada bagian tengah lempeng objek, kemudian pada sisi kanan dan kiri diberi control positif dan control negative, control positif sudah disediakan dalam botol dengan tutup berwarna merah dan control negative yang berisi kotrol dan serum anti hcg ditandai dengan warna biru. Pada praktikum ini hal ini tidak dilakukan karena urin yang dibawa sebagai sampel sudah jelas diketahui kebenarannya, mana yang positif dan mana yang negative.
Pengujian kehamilan yang kedua dilakukan dengan menggunakan alat uji kehamilan test pack. Pada praktikum ini uji kehamilan dengan menggunakan test pack hanya dilakukan pada urin yang positif saja, tujuannya adalah hanya untuk melihat bagaimana parameter positif pada test pack.
Test pack merupakan suatu alat uji kehamilan yang banyak diperjual belikan di apotek. Test pack adalah alat uji kehamilan yang praktis karena dapat dilakukan sendiri di rumah. Setiap strip test pack mengandung campuran nitrocellulose membrane dengan 0,6 mikogram Anti-HCG capture antibodi. 0,6 mikogram Anti-Mouse IgG. 0,07 mikogram dan Anti-HCG antibodi gold. Test pack bekerja dengan cara mendeteksi adanya hormone hcg dalam urin dengan kepekaan tertentu. Test pack yang kami gunakan memiliki kepekaan 25 mIU / ml urin.
Test pack digunakan dengan cara mencelupkan bagian strip ke dalam urin yang telah ditampung dalam suatu wadah yang bersih hingga batas, diamkan selama 1-3 menit, angkat dan baca hasilnya.

Dalam test pack terdapat control line dan capture/test line. Alat test kehamilan sebenarnya hanya terdiri dari membrane yang telah dilapisi dengan antigen-antibodi anti hcg pada daerah capture/test linenya, sehingga daerah itu hanya akan membentuk garis warna apabila ada hcg dalam urin sampel. Control line akan tetap berwarna merah pada kondisi positif atau negative,sehingga control line menjadi tanda acuan ketepatan hasil tes.

Tuesday, June 11, 2013

PEMBAHASAN PRAKTIKUM MENGHITUNG JUMLAH ERITROSIT

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk menghitung jumlah eritrosit dalam 1ml darah. Eritrosit adalah sel darah merah. Eritrosit berfungsi untuk mengikat O2 dan diedarkan ke seluruh tubuh. Eritrosit berbentuk bundar, pipih dan bikonkaf dengan diameter 7,5 mikron dan tebal 2mikron.
Pada praktikum ini digunakan EDTA sebagai anti koagulan dan larutan hayem yang berfungsi sebagai pemecah leukosit.
Anti koagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan. EDTA adalah salah satu jenis anti koagulan yang sering digunakan. EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium (kalium). EDTA mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. EDTA memiliki keunggulan dibanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung trombosit dan retikulosit. Penggunaan EDTA harus tepat, bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi, trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair.
Seperti yang kita ketahui darah adalah salah satu cairan tubuh yang terdiri dari cairan plasma dan sel. Sel yang terkandung dalam darah yaitu Eritrosit, Leukosit dan Trombosit. Trombosit berperan dalam pembekuan darah.


Fungsi dari larutan EDTA dalam praktikum ini adalah sebagai anti koagulan atau anti pembekuan darah, dimana EDTA akan mengikat ion-ion kalsium dalam darah sehingga pembekuan darah akan terhambat.
          Larutan Hayem adalah larutan isotonis yang dipergunakan sebagai pengencer darah dalam penghitungan sel darah merah. Apabila sampel darah dicampur dengan larutan Hayem maka sel darah putih akan hancur, sehingga yang tinggal hanya sel darah merah saja. Larutan Hayem terdiri dari 5gr Na-sulfat, 1 gr NaCl, 0,5gr HgCl2 dan 100 ml aquadest.
          Dalam praktikum ini hal pertama yang dilakukan adalah mengambil darah probandus dan ditempatkan dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah dicuci dengan EDTA supaya darah tidak menggumpal, kemudian darah diambil dengan pipet mikro hingga 0,5 dan diambil larutan hayem hingga angka 101 dengan pipet yang sama. Setelah itu pipet digoyang-goyang agar darah dan larutan hayem homogen. Larutan hayem berfungsi untuk memecah leukosit dan trombosit tetapi tidak memecah eritrosit, sehingga pada saat campuran darah dan larutan hayem diteteskan pada bilik hitung dan diletakkan di bawah mikroskop sel darah yang terlihat di mkikroskop adalah hanya eritrosit saja. Sebelum campuran darah dan larutan hayem diteteskan di bilik hitung, campuran darah dan larutan hayem terlebih dahulu dibuang 1-2 tetes, tujuannya adalah untuk membuang larutan hayem yang tidak tercampur dengan darah sehingga nantinya campuran darah dan larutan hayem yang diteteskan dibilik hitung adalah campuran yang benar-benar homogen. Bilik hitung yang sudah ditetesi oleh campuran kemudian ditutup dengan cover glass dan diamati di bawah mikroskop. Eritrosit yang dihitung adalah eritrosit yang terletak pada 100 bilik kecil di tengah bilik hitung. Perhitungan harus dilakukan dengan cepat sebelum eritrosit rusak dan menggumpal. Perhitungan dilakukan 2x dengan orang yang berbeda untuk memperkecil kesalahan.
          Setelah dihitung, eritosit probandus berjumlah 7.900.000 dimana seharusnya jumlah eritrosit normal untuk laki-laki adalah 5.000.000 sehingga probandus didiagnosa menderita polisitemia.
          Polisitemia adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit lebih besar dari jumlah eritrosit normal pada umumnya hal ini dapat disebabkan oleh Penyakit Paru Obstruktif aktif (PPOK), penyakit ginjal dan sindroma cushing. Polisitemia sekunder juga dapat disebabkan oleh peningkatan eritropoietin (EPO) baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin, perilaku, gaya hidup seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah dan penyakit jantung.
Kelainan eritrosit yang lain adalah oligositemia. Oligositemia merupakan suatu kelainan dimana jumlah eritrosit seseorang lebih rendah dari jumlah eritrosit seharusnya. Hal ini dapat disebabkan karena Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat dan vitamin C,  unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran pencernaan seperti gastritis, radang usus buntu,dll dapat menyebabkan anemia. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, obat anti inflamasi,dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antacid, pil KB, obat anti artritis, dll). Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini bisa menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12. Penyakit radang kronis seperti lupus, artritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker, dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia karena memengaruhi proses pembentukan sel darah merah.


Monday, June 10, 2013

PEMBAHASAN PRAKTIKUM PEMBUATAN IODOFORM

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui reaksi halogenasi karbonil. Reaksi halogenasi adalah suatu reaksi dimana terjadi pengikatan satu atau lebih atom halogen (F, Cl, Br, I) pada senyawa organik. Satu-satunya atom halogen yang tidak bisa membentuk reaksi halogenasi adalah atom F.
Pada praktikum ini digunakan Aseton murni, Ca(COI)2 dan KI sebagai bahan baku pembuatan Iodoform. Aseton berfungsi sebagai penyumbang gugus metil CH3, Ca(COI)2 berfungsi sebagai oksidator dan KI berfungsi sebagai penyumbang I2.
Hal pertama yang dilakukan adalah memasukkan 12gr KI ke dalam labu alas bulat 500ml, kemudian ditambahkan 200ml aquadest dan 4ml aseton. KI harus ditimbang menggunakan kaca arloji, karena sifat KI yang higroskopis. Fungsi aquadest adalah untuk melarutkan KI karena KI sangat mudah larut dalam air. Setelah itu kedalam campuran tersebut ditambahkan kaporit sambil digojog supaya campuran homogen. Penambahan kaporit dilakukan sedikit demi sedikit sehingga kita mengetahui kapan campuran tersebut netral. Setelah itu campuran didiamkan 10 menit kemudian disaring dengan menggunakan corong bucher dan vakum. Corong bucher dilapisi dengan kertas saring ganda untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran. Kristal atau residu yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquadest 3x, masing-masing pencucian digunakan aquadest sebanyak 100ml. Pencucian dilakukan dengan aquadest karena aquadest merupakan pelarut inert yaitu pelarut yang tidak menimbulkan reaksi apapun pada suatu sistem dan tidak merusak reaksi didalamnya. Tujuan dari pencucian ini adalah untuk membersihkan Kristal dari residu kaporit yang menempel pada kristal sehingga diperoleh Kristal yang bersih. Kristal harus dibersihkan dari kaporit karena kaporit bersifat basa sehingga kaporit dapat menghidrolisa iodoform yang terbentuk.
Setelah itu Kristal dimasukkan kedalam labu alas bulat kemudian ditambahkan alkohol 100ml dan dilakukan proses refluks. Alkohol berfungsi untuk melarutkan Kristal dan untuk membentuk Kristal iodoform yang mengkilap. Saat proses refluks kedalam labu alas bulat ditambahkan batu didih yang berfungsi untuk menghomogenkan panas. Fungsi refluks adalah untuk mempercepat reaksi antara alcohol dengan Kristal yang terbentuk sebelumnya sehingga diharapkan Kristal dapat larut seutuhnya. Saat proses refluks pada bagian atas pendingin tegak perlu diberi corong yang disumbat dengan kapas basah, tujuannya adalah untuk mencegah penguapan.
Pada rangkaian refluks ini terjadi empat proses, yaitu proses heating, evaporating, kondensasi dan cooling. Heating terjadi pada saat campuran dipanaskan di labu alas bulat, evaporating ( penguapan ) terjadi ketika campuran mencapai titik didih dan berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut masuk ke kondensor dalam. Cooling terjadi ketika air mengalir dari bawah menuju kondensor luar. Air harus dialirkan dari bawah dengan tujuan agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan agar air terisi penuh. Proses yang terakhir adalah kondensasi (Pengembunan), proses ini terjadi di kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang berisi uap panas dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini menyebabkan penurunan suhu dan perubahan fase dari steam tersebut untuk menjadi liquid kembali.
Setelah direfluks kemudian campuran disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan corong kaca dan kertas saring, setelah itu filtratnya didinginkan dengan menggunakan es batu sehingga iodoform yang dilarutkan dalam alkohol mengkristal kembali. Selanjutnya filtrat yang telah didinginkan tadi disaring dengan menggunakan corong bucher dan vakum, residu yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam oven dan dihitung rendemennya. Tujuan rekristalisasi ini adalah untuk mendapatkan Kristal iodoform yang benar-benar murni.
Hasil rendemen yang diperoleh adalah 22, 74%. Seharusnya hasil rendemen yang diperoleh bisa lebih banyak, namun pada praktikum ini hanya diperoleh rendemen sebanyak 22, 74% hal ini dapat disebabkan dari berbagai factor, diantaranya adalah saat proses penyaringan masih banyak zat yang tertinggal di dalam labu sehingga rendemen yang diperoleh jumlahnya sedikit.

Pembuatan iodoform selain dengan menggunakan KI dan Kaporit juga dapat dilakukan dengan menggunakan I2 dan NaOH. Jika menggunakan I2 dan NaOH umumnya iodoform yang dihasilkan lebih sedikit daripada jika menggunakan KI dan kaporit, hal ini disebabkan karena I2 lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dengan KI selain itu oksidator yang digunakan (NaOH) lebih kuat jika dibandingkan dengan kaporit sehingga Kristal iodoform yang dihasilkan lebih rentan untuk terhidrolisis. Pembuatan iodoform dengan menggunakan I2 dan kaporit tidak dilakukan karena keterbatasan waktu.

Thursday, June 6, 2013

PEMBAHASAN PENETAPAN KADAR ASAM AMINO DENGAN TITRASI FORMOL

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar asam amino dalam gelatin yang dipecah oleh enzim papain dengan titrasi formol. Titrasi formol merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan. Titrasi formol hanya tepat digunakan untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan jenis protein.
Dalam praktikum ini digunakan gelatin sebagai sumber asam amino dan enzim papain yang merupakan enzim proteolitik. Enzim proteolitik atau disebut juga protease merupakan kelompok enzim yang menguraikan protein menjadi molekul yang lebih kecil. Setiap tipe enzim protease memiliki kemampuan berbeda dalam menghidrolisis ikatan peptide, dengan kata lain sifat kerja enzim adalah spesifik sehingga dalam praktikum ini digunakan enzim papain yang dapat memecah kandungan protein yang terdapat dalam gelatin. Gelatin mengandung 9 asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh.
Pada praktikum ini hal pertama yang dilakukan adalah membuat larutan gelatin 5%. Larutan gelatin 5% dibuat dengan cara melarutkan 5gr gelatin kedalam 100ml air hangat. Gelatin mudah larut dalam air hangat dan jika dilarutkan dalam air dingin gelatin akan menggumpal. Kedalam larutan gelatin ini kemudian ditambahkan 3 tetes phenolptalein dan NaOH 0,1N tetes demi tetes menggunakan pipet hingga muncul warna merah muda setelah itu ditambahkan HCl 0,1N tetes demi tetes hingga warna merah muda hilang. Setelah itu campuran tersebut dimasukkan ke dalam incubator dengan suhu 38oC selama 15 menit. Penambahan NaOH dan HCl bertujuan untuk menetralkan campuran.
Setelah itu dibuat larutan papain 25ml dan ditambahkan indicator phenolptalein, setelah itu ditambahkan NaOH 0,1N tetes demi tetes hingga muncul warna merah muda kemudian ditambahkan HCl 0,1N hingga warna merah muda hilang. Perubahan warna yang terjadi disebabkan karena adanya indicator phenolptalein, dimana phenolptalein akan berwarna merah muda ketika suasana basa dan menjadi tidak berwarna ketika suasana asam.
Setelah campuran gelatin diinkubasi selama 15 menit kemudian ditambahkan campuran papain yang sudah dibuat tadi kedalamnya dengan tujuan untuk menghidrolisis protein yang terkandung dalam gelatin menjadi asam amino sehingga asam amino yang terdapat dalam gelatin tersebut dapat diketahui kadarnya.
Dalam interval waktu yang telah ditentukan yaitu 0, 15, 30, 60, 90 dan 120 menit dilakukan sampling dengan cara mengambil 10 ml campuran, kemudian dididihkan untuk merusak enzim sehingga proses hidrolisis protein yang terdapat dalam gelatin terhenti setelah itu didinginkan dan ditambah dengan 15 ml formalin netral dan 3 tetes indicator phenolptalein kemudian segera dititrasi dengan NaOH 0,02M. Penambahan formalin berfungsi untuk membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini, berarti gugus asam amino sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Titrasi berakhir dengan titik akhir warna merah muda.



Setiap setelah dilakukan sampling campuran harus dimasukkan kembali kedalam incubator agar proses hidrolisis tetap berlangsung. Setiap sampling dilakukan duplo agar kesimpulan yang didapatkan mendekati akurat, seharusnya setiap sampling dilakukan lebih dari 2x, namun karena keterbatasan waktu maka pada percobaan ini setiap sampling haynya dilakukan 2x.

          Secara teori semakin lama interval waktu maka kadar asam amino akan semakin besar, hal ini disebabkan karena semakin lama waktu yang diberikan maka waktu yang dimiliki enzim papain untuk memecah protein menjadi asam amino semakin lama sehingga kadar asam amino semakin banyak. Namun, pada praktikum ini kadar asam amino pada menit 15 turun dari kadar asam amino pada menit sebelumnya hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah kurangnya ketelitian dalam melakukan percobaan dan kurangnya ketelitian dalam memipet sampel.

Wednesday, June 5, 2013

PEMBAHASAN PRAKTIKUM KOEFISIEN PARTISI

PEMBAHASAN
         
Tujuan Praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air. Koefiisien partisi merupakan rasio konsentrasi dari suatu senyawa dalam dua tahap dari dua campuran yang tidak saling larut dalam pelarut pada kesetimbangan. Koefisien partisi merupakan factor utama yang mempengaruhi absorbs suatu obat dalam tubuh. Hal ini disebabkan karenakomponen dinding usus sebagian besar terdiri dari lipid. Obat yang larut dalam lipid akan lebih mudah untuk diabsorbsi sedangkan obat yang mudah larut dalam air akan cenderung sukar untuk diabsorbsi. Obat yang mudah larut dalam lipid akan memiliki koefisien partisi yang besar dan sebaliknya.
          Seperti yang kita ketahui koefisien partisi lipid-air adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Pada praktikum ini untuk fase lipid digunakan kloroform sedangkan untuk fase air digunakan larutan dapar salisilat dengan pH 3, 4 dan 5.
          Larutan dapar merupakan suatu larutan yang dibuat dari pencampuran antara asam lemah dengan basa kuat atau asam kuat dengan basa lemah.fungsi larutan dapar itu sendiri adalah untuk mempertahankan pH terhadap penambahan sedikit asam, sedikit basa maupun pengenceran. Dapar salisilat dibuat dengan cara menambahkan NaOH padalarutan asam salisilat hingga pH yang dikehendaki. Dalam praktikum ini penggunaan dapar salisilat berfungsi untuk menjaga pH agar tidak terjadi penurunan yang signifikan yang dikhawatirkan akan merusak data. Pada praktikum ini digunakan larutan dapar salisilat dengan pH 3, 4 dan 5 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi suatu obat, pada pH mana nilai Koefisien partisi obat tersebut besar, sehingga obat mudah larutdalam lipid dan mudah untuk di absorbsi.
          Larutan dapar pH 3, 4 dan 5 masing-masing dipipet 25ml kemudian dicampur dengan 10ml kloroform dan diinkubasi pada suhu 37oC, tujuannya adalah untuk mengkondisikan percobaan ini sesuai dengan suhu tubuh normal, dimana suhu tubuh normal adalah 36-37oC. Tiap 15 menit diambil masing-masing 1ml campuran larutan dapar pH 3, 4 dan 5 dengan kloroform kemudian diencerkan 10x. tujuan dari dilakukannya sampling tiap 15 menit ini adalah untuk memberiwaktu salisilat terdistribusi dalam kloroform. Kadar salisilat dikatakan mencapai kesetimbangan apabila tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi salisilat pada menit sebelumnya dengan menit berikutnya.
          Koefisien partisi ada 2 macam yaitu TPC (True Partition Coefficient) dan APC (Apparent Partition Coefficient). Untuk TPC ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1.     Antara kedua pelarut benar-benar tidak larut
2.    Bahan obatnya tidak mengalami asosiasi atau disosiasi
3.    Kadar obatnya relative kecil < 0,01 M
4.    Kelarutan solute pada masing-masing solvent kecil
Semua persyaratan tersebut harus dipenuhi, jika tidak maka obat akan mengikuti koefisien partisi semu (APC). Dalam praktikum ini salisilat mengikuti APC karena kadar salisilat hanya 0,01 M, selain itu kebanyakan obat dalam praktikum ini salisilat memiliki kondisi non ideal sehingga hasilnya adalah koefisien partisisemu (APC)
          Semakin besar pH maka koefisien partisi semakin kecil. Hal ini disebabkan karena salisilat bersifat asam sehingga salisilat akan mudah larut dalam pH asam, sedangkan semakin tinggi pH maka suasana semakin basa dan menyebabkan salisilat semakin sukar larut sehingga koefisien partisinya kecil.
          Larutan yang sudah diencerkan kemudian dipipet 2ml dan ditambahkan dengan FeCl3 sebanyak 2ml. reaksi antara ion Fe3+ dan hidroksi pada salisilat akan membentuk kompleks warna ungu sehingga nantinya absorbansi dapat terbaca dengan spektrofotonmeter UV.