PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kadar glikogen pada hati tikus kenyang dan lapar.
Glikogen merupakan bentuk
cadangan karbohidrat bagi hewan tingkat tinggi dan biasanya disimpan dalam
hepar, otot skelet, ginjal dan hamper di semua jaringan tetapi tidak terdapat
di dalam otak. Glikogen adalah simpanan karbohidrat dalam bentuk glkukosa di
dalam tubuh yang berfungsi sebagai salah satu sumber energi.
Jalur metabolism karbohidrat di
dalam tubuh ada beberapa macam,yaitu
1.
Glikolisis atau disebut juga Embden Meyer Hoff Pathway
merupakan oksidasi glukosa menjadi as.piruvat dan as.laktat
2.
Glikogenesis merupakan sintesis glikogen dari
glukosa
3.
Glikogenolisis merupakan pemecahan glikogen
menjadi glukosa
4.
Heksosa Monofosfat Shunt (HMP Shunt)
5.
Glikoneogenesis merupakan pembentukan glukosa dari
bahan bukan karbohidrat
Hal pertama yang dilakukan pada
praktikum ini adalah isolasi glikogen. Isolasi glikogen dilakukan dengan cara
membunuh tikus lapar dan tikus kenyang dengan menggunakan kloroform. Setelah tikus
mati, tikus diletakkan pada tempat pembedahan tikus kemudian dibelah dengan
menggunakan pinset dan gunting. Setelah itu masing-masing tikus diambil hatinya
dan di timbang. Setelah di timbang ternyata diperoleh berat hati tikus kenyang
adalah 5,2226gr sedangkan berat hati tikus lapar adalah 4,7008gr.
Hati tikus tersebut kemudian di
potong kecil-kecil dan digerus di dalam lumpang dengan tambahan larutan TCA 5%
sebanyak 25 ml (2x berat hati). Tujuan pemotongan liver tersebut adalah untuk
mempermudah proses penggerusan sedangkan tujuan penambahan larutan TCA 5%
adalah untuk mengnonaktifkan enzim yang dapat merusak glikogen, mendenaturasi
protein dan melarutkan glikogen, karena glikogen larut dalam TCA.
Setelah itu, campuran liver tikus
dengan larutan TCA 5% 25 ml tersebut di dekantir dengan menggunakan bantuan
corong bucher dan vakum, tujuan proses dekantir ini adalah untuk mengambil filtrat
dengan hasil semaksimal mungkin sehingga glikogen yang larut dalam TCA
diharapkan dapat terambil seluruhnya. Residu pada proses dikantir pertama
digerus kembali dengan TCA 5% sebanyak 12,5ml (1 x berat hati) dan di dekantir
kembali denganmenggunakan corong bucher dan vakum. Tujuannya adalah untuk
memaksimalkan kadar glikogen yang dapat diambil. Setelah itu filtrat yang
diperoleh dari proses dekantir I dan II di ukur dengan menggunakan gelas ukur.
Proses ini dilakukan terhadap
liver tikus lapar dan kenyang secara terpisah. Pada tikus kenyang diperoleh
hasil total filtrat 33ml dan total filtrat pada tikus lapar adalah 32ml.
Setelah proses isolasi glikogen
selesai dilakukan percobaan test glikogen. Test glikogen dilakukan secara
kualitatif dengan menggunakan larutan I-KI. Larutan I-KI akan memberikan
kompleks warna merah pada glikogen. Diambil beberapa tetes filtrat glikogen
yang diperoleh dari hasil isolasi glikogen kemudian di tambahkan 2-3 tetes
larutan I-KI dalam cawan porselen. Setelah dilakukan test glikogen secara
kualitatif diperoleh hasil bahwa filtrat tikus kenyang ditambah dengan dengan
larutan I-KI berwarna kuning kecoklatan sedangkan filtrat tikus lapar ditambah
dengan larutanI-KI juga berwarna kuning kecoklatan namun lebih pekat.
Filtrat yang diperoleh dari hasil
isolasi glikogen tersebut ditambahkan dengan alcohol 96% sebanyak 2x volume
total filtrat, sehingga untuk filtrat tikus kenyang ditambahkan alcohol 96%
sebanyak 33ml dan untuk filtrat tikus lapar ditambahkan alcohol 96% sebanyak
32ml. Fungsi penambahan alcohol 96% ini adalah untuk mengendapkan glikogen
tanpa mengendapkan glukosanya.
Campuran antara filtrat dengan alcohol
96% diaduk pelan-pelan dalam beaker glass hingga terbentuk flokulasi glikogen
kemudian di sentrifugasi selama 10 menit. Tujuan sentrifugasi adalah untuk
memisahkan endapan dengan filtrat. Namun, karena setelah disentrifugasi selama
10 menit ternyata tidak terdapat endapan maka hasil sentrifugasi tidak perlu
ditambah dengan etanol kembali tetapi langsung disaring dengan menggunakan
kertas saring dan dikeringkan dengan menggunakan oven.
Setelah itu dilakukan penetapan
kadar glikogen secara kuantitatif. Kertas saring yang sudah dikeringkan dalam
oven dibasahi dengan aquadest dan aquadest ditampung dalam labu takar 10ml, setelah
itu di ad kan dengan aquadest sampai tanda. Setelah itu dipipet 1ml larutan
campuran glikogen dengan aquadest dan di tambah dengan 4ml reagen anthron dalam
labu takar 5ml. gojog campuran hingga homogen dan tuang kedalam tabung reaksi. Campuran
yang berada dalam tabung reaksi dipanaskan dalam tangas air mendidih selama
kurang lebih 10 menit, tujuan pemanasan ini adalah untuk mempercepat reaksi
glikogen dengan pereaksi anthron. Pereaksi anthron berfungsi untuk memberikan kompleks
warna pada glikogen sehingga dapat terbaca pada spektrofotometer. Campuran yang
sudah dipanaskan tadi didinginkan pada suhu kamar kemudian dibaca absorbansinya
dengan panjang gelombang maksimal 643,5nm.
Pada tikus lapar I, lapar II dan
kenyang II perlu dilakukan pengenceran 5x karena absorbansinya tidak memenuhi
range yaitu 0,2-0,8
Setelah dihitung, diperoleh hasil
bahwa kadar glikogen pada tikus lapar lebih banyak daripada kadar glikogen pada
tikus kenyang. Kadar glikogen tikus lapar 0,142832gr dan kadar glikogen tikus
kenyang 0,282348gr.
Hal ini tidak sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Montgomery (1983) yang menyatakan bahwa pada
tikus yang tidak puasa kadar glikogen lebih besar daripada tikus puasa. Hal tersebut dikarenakan pada sebelum tikus diambil hatinya keadaan kandungan glukosa
pada tubuhnya masih dipasok secara normal dan belum memakai kadar glikogen pada
tubuhnya. Setelah ingesti makanan yang mengandung karbohohidrat, kadar glukosa
darah akan naik.
Ketidak sesuaian ini
dapat disebabkan karena tikus yang lapar mengalami stress (karena tidak diberi
makan) sehingga tikus lapar mensekresikan hormone epinephrine secara berlebih
dan berdampak pada pembentukan cAMP, dimana cAMP akan menghambat glikogen
sintase sehingga proses glikogenesis terhambat dan glikogen tidak terbentuk.
Tikus yang digunakan
dalam percobaan memiliki kadar glikogen yang sangat sedikit, bahkan saat
praktikum glikogen hampir tidak terlihat. Hal ini dapat disebabkan karena tikus
yang digunakan dalam praktikum merupakan tikus yang telah dilakukan pemejanan
glukosa, meskipun telah dinetralkan selama 2 minggu, sedikit banyak pemejanan
glukosa tersebut masih berpengaruh sehingga kemungkinan tikus yang digunakan
dalam percobaan hanya memiliki sedikit hormone insulin sehingga gula darah
tikus tidak dapat diubah menjadi glikogen, dan kadar glikogen menjadi sangat
sedikit.
KESIMPULAN
Secara teoritis kadar glikogen pada tikus kenyang
lebih besar daripada kadar glikogen pada tikus lapar namun secara praktek kadar
glikogen tikus lapar lebih besar daripada kadar glikogen tikus kenyang.