a.burastabs, a.burastabs:link, a.burastabs:visited {display:block; width:102px; height:30px; background:#444444; border:1px solid #ebebeb; margin-top:2px; text-align:center; text-decoration:none; font-family:arial, sans-serif; font-size:12px; font-weight:bold;color:#FFFFFF; line-height:25px; overflow:hidden; float:left;} a.burastabs:hover {color:#FFFFFF; background:#666666;} #burasbar {width:auto; margin:0 auto;}
CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Monday, November 11, 2013

PEMBAHASAN PRAKTIKUM UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA BAHAN ALAM

PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami prosedur penetapan aktivitas senyawa antibakteri dari suatu bahan obat alami. Bahan obat alami atau yang biasa disebut dengan simplisia adalah suatu bahan alami yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain adalah bahan alam yang dikeringkan.
Pada praktikum ini simplisia telah dibuat dalam bentuk ekstrak dengan cara ekstraksi. Untuk tahap awal pelaksanaan uji aktivitas dari bahan alam, bentuk ekstrak lebih disukai karena mengandung senyawa aktif yang konsentrat melalui suatu proses ekstraksi.
Ekstrak yang akan diuji aktivitas antibakterinya pada praktikum ini adalah ekstrak jahe, ekstrak temulawak dan ekstrak sirih. Ekstrak-ekstrak tersebut diujikan aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus s.p dan Eschericia coli.
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi sendiri dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu metode silinder, metode sumuran dan metode cakram kertas. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode difusi dengan cara kertas cakram.
Metode difusi cakram prinsip kerjanya adalah bahan uji dijenuhkan ke dalam kertas cakram (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung bahan tertentu ditanam pada media perbenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji, kemudian diinkubasikan 370C selama 24 jam. Area (zona) jernih disekitar cakram kertas diamati untuk menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan mikroba. Selama inkubasi, bahan uji berdifusi dari kertas cakram ke dalam agar-agar itu dan sebuah zona inhibisi akan terbentuk. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya, Diameter zona sebanding dengan jumlah bahan uji yang ditambahkan ke kertas cakram.
Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah membagi tiap piring petri menjadi 4 sektor. Masing-masing sektor diberi paper disc dan kemudian ditetesi dengan ekstrak jahe, ekstrak temulawak, ekstrak sirih dan DMSO. DMSO adalah pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi.
DMSO berfungsi sebagai control negative dan untuk memastikan apakah DMSO memiliki aktivitas antibakteri atau tidak. Volume ekstrak dan DMSO yang diteteskan ke paper disc sebanyak 10 mikroliter.
Setelah ditetesi dengan berbagai ekstrak dan DMSO, piring petri kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Saat inkubasi piring petri diletakkan dalam keadaan terbalik dengan tujuan  untuk menghindari menetesnya air yang mungkin melekat pada dinding dalam pada tutup petri yang dapat mengakibatkan kontaminasi.
Setelah diinkubasi selama 24 jam kemudian diamati apakah terbentuk daerah zona hambat atau tidak. Daerah zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong. Semakin besar diameternya maka semakin poten antibiotik yang terkandung dalam ekstrak tersebut.
Setelah dilakukan pengamatan, hasilnya adalah tidak ditemukannya diameter zona hambat pada ketiga ekstrak baik pada media agar yang ditumbuhi bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus s.p maupun Eschericia coli.
Secara teori Xanthorrhizol yang terkandung pada rimpang temulawak sangat bagus sebagai antimikroba dan antibakteri. Cara kerjanya adalah dengan memicu denaturasi protein sel bakteri, yang akan berakibat keluarnya protein dari sel, sehingga sel akan mengkerut dan mati. Bakteri-bakteri seperti streptococcus, actinomyces viscocus dan porphyromonas gingivalis dapat dibunuh dengan ekstrak temulawak. Sedangkan komponen antimikroba pada jahe yaitu gingerone dan gingerol merupakan senyawa dominan yang memiliki peran penghambatan terutama bakteri patogen seperti S. aureus serta Kandungan eugenol dan hidroksikavikol dalam daun sirih memiliki aktivitas antimikroba, dan kandungan lain seperti kavikol, kavibetol, tannin, karvakrol, kariofilen dan asam askorbat juga mempunyai aktivitas antibakteri.
Tidak terbentuknya daerah zona hambat pada media kemungkinan dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain yaitu:
-      Konsentrasi mikroba uji pada media agar terlalu banyak sehingga bakteri menjadi resisten terhadap antimikroba yang terdapat pada ekstrak dan daerah zona hambat tidak dapat terbentuk
-      Konsentrasi antimikroba ekstrak yang terdapat dalam cakram rendah sehingga antimikroba tidak cukup poten dan diameter zona hambat tidak terbentuk

-      Jenis antimikroba yang terdapat dalam ekstrak tidak cukup poten untuk ketiga bakteri tersebut.

No comments :

Post a Comment